Jendela Dunia
Headlines News :

Latest Post

Ilmuwan Indonesia Perkenal Alat Pemindai Otak 4D

Written By radde on 14 April, 2013 | 07.16

Warsito P Taruno (berdiri dengan baju batik di tengah) serta sukarelawan yang mencoba perangkat 4D Brain Activity Scanner.
Ilmuwan Indonesia, Warsito P Taruno, memamerkan alat pemindai aktivitas otak pertama di dunia ciptaannya. Ia mempresentasikan ciptaannya di International Symposium on Biomedical Imaging yang diselenggarakan IEEE di San Fransisco, Amerika Serikat, 7-13 April 2013.

Alat oemindai otak ciptaan Warsito bernama 4D Brain Activity Scanner berbasis Electrical Capacitance Volume Tomography (ECVT). Alat itu telah dipatenkan di lembaga paten dunia WIPO/PTO tahun 2006. IEEE sendiri adalah organisasi ilmiah profesional beranggotakan 425.000 orang.

"ECVT digunakan untuk mengukur sinyal-sinyal listrik yang dihasilkan dari aktivitas otak manusia dan merekonstruksi citra volumetrik dan aktivitas otak," ungkap Warsito

"Ini adalah teknologi pertama di dunia yang bisa melakukan pemindaian terhadap aktivitas otak manusia secara 4D dan real time, yang bisa digunakan untuk membantu melakukan studi terhadap otak manusia," imbub Warsito.

Denganalat tersebut, abnormalitas pada otak manusia bisa terlihat. Warsito mengungkapkan, dari abnormalitas itu, bisa idketahui apakah seseorang memiliki penyakit tertentu, seperti epilepsi dan Alzheimer.

Warsito merupakan Direktur Eksekutif CTECH Labs Edwar Technology, lembaga riset yang berlokasi di Alam Sutera, Tangerang Selatan, yang fokus pada pengembangan teknologi pemindaian yang mendukung dunia kedokteran.

Dalam simposium International Symposium on Biomedical Imaging, Warsito adalah satu-satunya pemakalah dari Indonesia. Hanya segelintir pemakalah berasal dari Asia. Total, ada 371 makalah yang dipresentasikan dari 700 pengaju dari seluruh dunia.
Sumber

Penyebab Terjadinya Hujan Di Cuaca Panas

Percikan air hujan menempel pada kaca di sebuah pusat perbelanjaan di kawasan Senayan, Jakarta Selatan, Sabtu (6/4/2013). Hujan merata mengguyur Jakarta hingga menyebabkan kemacetan di sejumlah ruas jalan.

Memasuki bulan April 2013, beberapa daerah seperti Aceh, Jambi, Jawa Barat, Banten, DKI Jakarta, dan Jawa Timur masih dilanda hujan lebat hingga sangat lebat. Padahal, cuaca di siang hari sering kali terasa panas menyengat. Kondisi cuaca yang tidak menentu tak ayal membuat masyarakat merasa bingung.

Dalam konferensi pers yang diselenggarakan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG),  Kepala BMKG Sri Woro B Harijono mengatakan kalau hujan yang terjadi di awal April ini adalah hal yang wajar.

"Hujan yang terjadi di bulan April di beberapa daerah adalah hal yang wajar. Hal ini karena saat ini, di sebagian besar wilayah Indonesia, termasuk DKI Jakarta, masih berada pada musim hujan," kata Sri Woro.

Sri Woro menjelaskan, kondisi saat ini masih relevan dengan prakiraan awal mula musim kemarau tahun 2013 yang telah disampaikan BMKG beberapa waktu lalu. Menurutnya, data menunjukkan bahwa daerah-daerah yang masih mengalami hujan lebat adalah daerah yang masih dalam periode musim hujan.

Berdasarkan prakiraan musim kemarau tahun 2013 yang dilansir BMKG, dari 342 zona musim (ZOM) yang tersebar di seluruh Nusantara, baru 32,5 persen yang mulai memasuki musim kemarau di bulan April.

Daerah-daerah tersebut mencakup sebagian besar wilayah Nusa Tenggara, sebagian Maluku Tengah, Jawa Timur bagian utara, pantura, Jakarta Utara, dan pesisir utara Aceh. Sisanya diprakirakan akan memasuki musim kemarau pada Mei hingga Juni 2013.

Lebih jauh, Sri Woro menjelaskan, cuaca panas terik di siang hari dan hujan lebat yang terjadi di sore atau malam hari merupakan gangguan cuaca yang terjadi akibat pergeseran pemanasan Matahari.

Menurut Sri Woro, fenomena ini wajar karena saat ini adalah periode transisi, perpindahan dari musim hujan ke musim kemarau.

"Saat ini kita sedang dalam periode transisi. Siang hari panas, dan hujan di waktu malam. Saat panas, akan terjadi pengumpulan massa uap air. Jika sudah cukup, maka hujan akan turun di sore atau malam hari," tandasnya.
Sumber

Makhluk Setangah Manusia dan Setengah Kera

Australopithecus sediba
Ilmuwan baru-baru ini berhasil mengungkap karakteristik spesies Australopithecus sediba. Mereka mengungkap bahwa spesies tersebut memiliki karakteristik setengah manusia setengah kera.

A sediba adalah spesies kuno yang eksis sekitar 2 juta tahun lalu. Spesies ini adalah anggota bangsa Australopithecines. Dalam evolusi, perkembangan bangsa tersebut yang kemudian memunculkan spesies manusia.

Jeremy DeSilva dari Boston University yang menjadi pemimpin analisis fosil tulang A sediba menjelaskan, ada beberapa karakter yang menjadikan spesies tersebut dikatakan punya karakter manusia maupun kera.

Bagian atas tulang rusuk spesies itu mirip kera, tetapi bagian bawahnya mirip manusia. Sementara tulang tangan, kecuali bagian pergelangan tangan dan telapak tangan, mirip kera, yang menunjukkan adanya keahlian untuk memanjat.

Karakter gigi A sediba juga merupakan perpaduan antara manusia dan kera. Debbi Guatelli Steinberg dari Ohio University yang juga terlibat riset menuturkan, selain A sediba, spesies lain yang punya gigi mirip manusia adalah A africanus.

Ciri tulang kaki A sediba juga unik. Bagian telapak kaki belakang sempit sehingga tak mendukung gaya jalan tegak. Namun, tulang pinggul menunjukkan karakteristik yang mendukung berjalan tegak.

Dengan karakteristik itu, A sediba juga mempunyai gaya jalan yang khas. Jika manusia menapak tanah dengan bagian telapak kaki belakang lebih dulu, A sediba menapak tanah dengan bagian samping kaki lebih dulu. Selanjutnya, telapak kaki akan melingkar ke dalam.

Bagaimana jika manusia berjalan dengan gaya yang sama dengan spesies ini? DeSilva mengatakan, "Saya telah berjalan keliling kampus dengan cara ini dan ini menyakitkan."

A sediba memiliki karakteristik tulang kaki yang khas sehingga rasa sakit tidak muncul. DeSilva mengungkapkan, karakteristik spesies itu dikembangkan untuk mendukung aktivitas memanjat sekaligus berjalan tegak di tanah.

Meski karakteristik A sediba telah diketahui, ilmuwan belum bisa menyimpulkan apakah memang A sediba nenek moyang langsung spesies manusia. Ilmuwan juga belum mengetahui apakah A sediba lebih dekat kekerabatannya dengan manusia dibanding A africanus.
Sumber

" Gerbang Neraka " Ditemukan Oleh Ilmuwan

Rekonstruksi digital Gerbang Neraka
Arkeolog Italia menemukan "Gerbang Neraka" di daerah di Turki bernama Pamukkale. Gerbang Neraka ini diduga digunakan oleh masyarakat Yunani dan Romawi sebagai tempat menggelar ritual persembahan kepada dewa tanah.

Pengertian Gerbang Neraka pastinya bukan gerbang menuju neraka. Gerbang ini sejatinya merupakan goa, kadang juga disebut "Gerbang Pluto". Goa ini merupakan bagian dari mitologi Yunani dan Romawi Kuno.

Gerbang Neraka ditemukan oleh Francesco D'Andria, profesor arkeologi klasik dari University of Salento, Italia. Goa itu disebut Gerbang Neraka karena adanya gas beracun yang keluar darinya, mengakibatkan kematian pada hewan yang terjebak.

Sifat racun gas yang keluar dari goa itu pernah dicatat oleh ahli geografi Yunani Kuno, Strabo (64 SM - 24 M). "Goa ini penuh uap air dan pekat sehingga setiap orang akan sangat sulit melihat permukaan goa. Tiap hewan yang masuk ke dalamnya akan mati secara cepat," tulis Strabo.

"Saya melempar seekor burung gereja ke dalam goa tersebut, dan dalam waktu singkat burung itu kehabisan napas dan mati," tulis Strabo mendeskripsikan bagaimana ia membuktikan sifat racun gas dari Gerbang Neraka.

D'Andria sendiri membuktikan sifat racun gerbang itu saat ekskavasi. Banyak burung mati saat mereka bergerak mendekati goa. Mereka terbunuh oleh gas karbon dioksida konsentrasi tinggi dalam goa itu.

Alkisah, hanya para kasim Cybele, dewi kesuburan kuno, yang dapat memasuki gerbang itu. Para kasim itu menahan napas sebisa mungkin sehingga tak menghirup gas racun dari Gerbang Neraka.

D'Andria menemukan Gerbang Neraka setelah menjalankan penelitian arkeologi intensif di Kawasan Cagar Budaya Hierapolis. Didirikan pada tahun 190 SM oleh Eumenes II, Raja Pergamum, Hierapolis diserahkan pada Roma tahun 130 SM.

Kawasan Cagar Budaya Hierapolis terletak di kota Phrygia, berdekatan dengan Anatolia. Kompleks tersebut memiliki banyak kuil, panggung, serta permandian air panas yang dianggap sakral, yang dipercaya memiliki daya penyembuhan penyakit.

D'Andria mengatakan, "Kami menemukan Plutonium (gerbang) dengan merekonstruksi rute dari mata air panas. Ya, pemandian air panas Pamukkale yang menghasilkan white travertine terrace bersumber dari goa ini."

Bersama dengan penemuan ini, D'Andria juga menemukan reruntuhan yang mungkin terjadi akibat gempa. Ada pula penyangga semikolom Ionic, tempat pijakan di atas goa, serta prasasti tanda pemujaan dewa bawah tanah, Pluto dan Kore. Temuan sesuai gambaran lokasi dalam berbagi dokumen.

Gerbang Neraka merupakan tempat menggelar ritual. Ritual mencakup prosesi menggiring hewan mendekati gerbang dan menariknya hingga masuk ke dalamnya dan mati. Ritual ini bisa disaksikan publik masa lalu.

"Orang-orang bisa melihat ritual sakral itu dari anak tangga, tetapi mereka tak dapat mendekat ke area di dekat mulut goa. Hanya para pemuka agama yang dapat berdiri di depan portal," ungkap D'Andria.
Sumber

Pohon Yang Sudah Punah Kini Di Temukan Lagi

Dipterocarpus alatus, kerabat dekat Dipterocarpus cinereus Sloot.

Ekspedisi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia di Pulau Mursala, Tapanuli Barat, Sumatera Utara, menemukan lagi pohon kayu keras jenis meranti, Dipterocarpus cinereus Sloot, yang dinyatakan punah tahun 1998. Penyelamatan keanekaragaman hayati diyakini belum terlambat.

”Hanya sedikit pohon itu yang tersisa di Pulau Mursala. Perlu diselamatkan,” kata Kepala Pusat Konservasi Tumbuhan Kebun Raya Bogor Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Mustaid Siregar, di Bogor, Jawa Barat. Penyelamatan hayati untuk menemukan manfaat lain yang lebih besar.

Menurut anggota tim ekspedisi Yayan Wahyu, masyarakat lokal menyebut pohon kayu tersebut sebagai keruing. Jenis kayu itu bernilai ekonomi tinggi dengan jumlah yang sudah sedikit di habitatnya di Pulau Mursala.

Tim ekspedisi terdiri atas kelompok peneliti Reintroduksi dan Restorasi Kebun Raya Bogor. Mereka adalah Yayan Wahyu C Kusuma, Wihermanto, Selin Siahaan, dan Rahmat. Tim ekspedisi ingin memastikan keberadaan jenis pohon kayu yang sudah dinyatakan punah itu.

Berdasarkan catatan herbarium, pohon itu pertama kali ditemukan pegawai Jawatan Kehutanan berkebangsaan Belanda, AV Theunissen, tahun 1916. Sebelas tahun berlalu, jenis pohon yang saat itu sudah tergolong sedikit ini diidentifikasi Dirk Fok van Slooten. Tahun 1998, Lembaga Konservasi Alam Dunia (IUCN) menyatakan jenis pohon ini hilang atau punah.

Menurut Mustaid, Indonesia wajib menjalankan konvensi internasional mengenai penyelamatan keanekaragaman hayati atau Convention on Biological Diversity (CBD). Hal itu, antara lain, karena telah ditetapkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1994 tentang Pengesahan Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa mengenai Keanekaragaman Hayati.

Peringkat Indonesia

Data terbaru dari daftar merah IUCN tahun 2012, Indonesia berada pada peringkat ke-5 bersama Brasil sebagai negara dengan jumlah tumbuhan terancam kepunahan tertinggi di dunia. Tercatat sebanyak 393 jenis tumbuhan dari total 1.063 jenis tumbuhan terancam punah. Jumlah itu meningkat 1,7 persen dibandingkan dengan tahun 2010.

Mustaid menyebutkan, tim ekspedisi Pulau Mursala menemukan lebih dari 70 koleksi tumbuhan dengan 200 spesimen. Setidaknya, tujuh jenis pohon meranti-merantian (Dipterocarpaceae) langka sesuai daftar merah IUCN telah ditemukan.

Di Sumatera, teridentifikasi 8 marga dan 112 jenis tumbuhan dalam suku Dipterocarpaceae. Sebanyak 12 jenis di antaranya tercatat terdapat di Pulau Mursala. ”Tim ekspedisi menemukan 10 jenis,” kata dia.

Kesepuluh spesies Dipterocarpaceae tersebut meliputi Dipterocarpus cinereus Sloot (sudah dinyatakan punah). Selebihnya, sebagian besar terancam punah yang meliputi Dipterocarpus caudatus Foxw. s.sp. penangianus (Foxw) Ashton, Dipterocarpus kunstleri King, Vatica perakensis King, Vatica pauciflora Blume, Dryobalanops aromatica C.F. Gaertn, Dryobalanops oblongifolia Dyer, Shorea parvifolia ssp. parvifolia, Shorea macrantha Brandis, dan Hopea cf bancana (Boerl.) Sloot.

”Keberadaan kebun raya tematik pohon meranti-merantian termasuk sangat mendesak untuk diwujudkan,” kata Mustaid.
Sumber

Semut Mempunyai Kemampuan Untuk Mendeteksi Gempa Bumi

Sarang semut merah yang banyak ditemukan di Eropa, termasuk Jerman. Penelitian terakhir mendapatkan ada perubahan perilaku semut merah ketika gempa akan terjadi.
Hingga saat ini, gempa bumi adalah jenis peristiwa alam yang paling belum bisa diperkirakan kapan akan terjadi. Gempa baru diketahui ketika getarannya sudah terasa. Namun, penelitian terakhir di Jerman mendapatkan bakal terjadinya gempa bisa dirasakan semut merah hutan (red wood ant).

Penelitian yang dilakukan Gabriele Berberich dari University Duisburg-Essen, Jerman, menemukan perubahan perilaku semut ketika gempa bumi akan terjadi. Gelagat bakal terjadinya gempa bisa diketahui dari "kegelisahan" para semut ini, terlihat dari dilanggarnya pola hidup diurnal.

Semut adalah hewan dengan pola hidup normal diurnal, yang aktif di siang hari untuk mengumpulkan makanan dan beraktivitas, kemudian istirahat di malam hari. Namun, ketika gempa akan terjadi, koloni semut merah ini akan terus terjaga sepanjang malam di luar sarang mereka sekalipun situasi ini membuat mereka rentan diserang pemangsa.

Saat gempa usai, perilaku normal akan kembali meskipun tak serta-merta. Dalam penelitian itu, perilaku semut merah terpantau normal sehari setelah gempa berlalu.

Rekaman tiga tahun

Gabriele Berberich dan tim penelitinya mengamati perilaku semut merah di habitat aslinya di hutan. Penelitian dilakukan selama tiga tahun pada 2009-2012. Selama periode penelitian, perilaku semut merah direkam dalam video, 24 jam sehari.

Dalam rentang waktu penelitian, tercatat ada 10 kali gempa dengan kekuatan berkisar 2-3,2 skala Richter (SR). Dari peristiwa inilah, para peneliti menemukan perubahan perilaku setiap kali gempa bakal terjadi, yang itu pun hanya terjadi untuk gempa dengan kekuatan melebihi 2 SR. Gempa 2 SR juga merupakan kekuatan getaran terkecil yang bisa dirasakan manusia.

Saat menjelaskan hasil kajiannya di pertemuan tahunan European Geosciences Union di Vienna, Austria , Berberich menjelaskan perubahan perilaku semut sebelum gempa bumi diduga ada kaitannya dengan reseptor yang mereka miliki. Perubahan perilaku ini juga dikaitkan dengan berubahnya emisi gas atau medan magnet bumi yang terjadi di habitat semut ketika gempa terjadi.

Berberich mengatakan, semut merah hutan memiliki dua reseptor. Keduanya ialah reseptor kimi (chemoreceptor) untuk mendeteksi kadar karbon dioksida dan reseptor magnet (magnetoreceptor) untuk "memantau" medan elektromagnet.

"(Namun) kami belum yakin mengapa atau bagaimana mereka bereaksi pada rangsangan atau stimulus yang muncul," aku Berberich . Karena itu, dia dan tim penelitinya berencana memperdalam kajian ini di wilayah dengan aktivitas kegempaan lebih tinggi untuk melihat reaksi semut-semut merah terhadap gempa yang lebih besar.

Penelitian ini juga mendapatkan temuan lain, masih terkait dengan semut merah hutan. Lokasi sarang semut ini ternyata juga memunculkan fakta unik. Para peneliti mendapatkan sekitar 15 ribu sarang semut di obyek penelitian dan mereka menyebut posisi sarang itu sebagai tumpukan permen di atas ban berjalan untuk menggambarkan barisan sarang itu di sepanjang patahan Jerman.
Sumber

Satelite Jupiter Punya Senyawa Yang Mendukung Untuk Kehidupan

Europa, salah satu Bulan yang mengitari Planet Jupiter. Foto diambil dari wahana luar angkasa Galileo.
Europa, bulan berlapis es yang mengitari Planet Jupiter, ternyata menyimpan senyawa yang berpotensi untuk kehidupan. Potensi tersebut terungkap berdasarkan hasil observasi yang dilakukan oleh tim peneliti dari Jet Propulsion Laboratory, NASA, bersama peneliti California Institute of Technology di Pasadena, California.

Tim peneliti menemukan kandungan hidrogen peroksida dalam konsentrasi tinggi di sisi Europa yang mengorbit ke Jupiter. Jika hidrogen peroksida dapat bercampur dengan air di lautan bawah lapisan es Europa, maka material untuk mendukung kehidupan dapat tercipta.

"Kehidupan, seperti yang kita ketahui, membutuhkan cairan, elemen-elemen seperti karbon, nitrogen, fosfor, dan sulfur. Perlu beberapa bentuk energi kimia dan cahaya untuk menjadikannya energi," ujar Kevin Hand dari Jet Propulsion Laboratory milik NASA, sekaligus ketua tim peneliti.

"Europa memiliki cairan dan elemen (pendukung kehidupan). Menurut kami, senyawa seperti peroksida mungkin merupakan bagian penting dari pembentukan energi. Keberadaan oksidan seperti peroksida di Bumi adalah bagian penting dalam perkembangan kehidupan yang kompleks, kehidupan multiseluler," jelas Hand

Dinyatakan NASA, hidrogen peroksida yang ada di Europa tercipta akibat paparan radiasi intens terhadap permukaan bulan ketika bergerak melintasi medan magnet Jupiter yang sangat kuat.

Pada bagian dengan konsentrasi tertinggi, konsentrasi peroksida sekitar 0,12 persen. Jumlah itu sekitar 20 kali lebih encer daripada larutan hidrogen peroksida botolan yang biasa dijual di toko obat di Bumi.

Hidrogen peroksida sangat menentukan kemampuan planet mendukung kehidupan. Hal ini karena ketika bercampur dengan molekul air, hidrogen peroksida akan melepaskan oksigen. Oksigen merupakan kebutuhan utama kehidupan yang dikenal manusia di Bumi.

"Di Europa, kelimpahan senyawa seperti peroksida akan membantu memenuhi kebutuhan energi kimia yang dibutuhkan untuk kehidupan di dalam lautan, apabila peroksida itu bercampur dengan air di lautan," ujar Hand.

Studi ini dilakukan dengan menganalisis hasil observasi Europa pada tahun 2011 dengan teleskop Keck II di Hawaii. Teleskop itu mengobservasi dengan basis inframerah. Hasil studi ini telah dipublikasikan di Astrophysical Journal Letters.
Sumber

Sains

More on this category »

Pemilu 2014

More on this category »
 
Contact Us : Disclaimer | Advertise With Us
Copyright © 2013 Jendela Dunia - All Rights Reserved
Template Modify by Creating Website
Proudly powered by Blogger