08.31.2014 - Jendela Dunia
Headlines News :

Minum Air Merkuri di Batanghari

Written By radde on 03 September, 2014 | 07.45


Kawasan Pasar Bawah jauh berubah dibandingkan dengan tiga tahun lalu. Perkampungan yang dibelah Sungai Mesumai itu tampak sepi. Tidak terlihat lagi anak-anak bermain di sungai, orang memancing, mandi, atau bersantai di tepian. Air sungai berwarna coklat. Baunya pun tak sedap.

”Siapa yang mau ke sungai kalau airnya keruh begini,” ujar Anggi, pemuda Pasar Bawah, Kabupaten Merangin, Jambi, pekan lalu. Hingga tiga tahun lalu, Sungai Mesumai jernih hingga ke dasarnya. Lalu demam emas mewabah. Di hulu, sekitar 40 kilometer dari Pasar Bawah, pelaku penambangan emas tanpa izin tiap hari mengoperasikan sekitar 100 alat berat. Saban hari pula limbah tambang digelontorkan ke sungai.

Bukan hanya Mesumai, lebih dari 30 sungai dan anak sungai di Kabupaten Merangin, Sarolangun, Tebo, dan Batanghari tercemar limbah tambang emas. Limbah berupa lumpur, besi, arsenik, hingga merkuri.

Semua polutan itu berbahaya, tetapi yang tergawat adalah merkuri, yang dipakai dalam pemurnian emas. Cukup 0,01 miligram per liter (mg/l), logam berat itu sudah menyebabkan kematian. Dalam konsentrasi yang lebih rendah pun sangat berbahaya. ”Merkuri dalam tubuh bersifat akumulatif, begitu masuk tak bisa keluar,” ujar pakar ekotoksikologi Institut Pertanian Bogor, Etty Riani.

Merkuri alias air raksa (Hydrargyrum, Hg) menginfiltrasi jaringan dalam tubuh. Akibatnya, jaringan dan organ rusak, janin cacat, serta intelektualitas (IQ) jongkok. ”Kematian biasanya tidak cepat datang. Pelan, tetapi pasti,” ujar Etty lagi. Di Jepang tahun 1950, limbah merkuri dari pabrik pupuk pernah mengakibatkan tragedi Minamata. Sekitar 3.000 warga Teluk Minamata menderita penyakit aneh, mutasi genetika, dan tak tersembuhkan.

Di Kamboja, merkuri dari tambang emas juga dilaporkan mengontaminasi aliran Sungai Mekong sejak 2008. Di Vietnam, masalah yang sama dilaporkan pada 2011/2012. Blacksmith Institute pada 2011 melansir, di 37 titik tambang emas di Asia Tenggara, termasuk Indonesia tetapi belum memasukkan Batanghari, merkuri memapar 907.300 orang di sekitar areal tambang.

Tragedi bisa berulang

Kompas menemukan, tragedi Minamata bisa terulang di Batanghari atau anak-anak sungainya karena wabah demam emas tak terkendali. Di Kabupaten Sarolangun dan Merangin saja, menurut catatan kelompok Gerakan Cinta Desa (G-Cinde), penambangan emas berlangsung di 30 desa. Di Limun, kecamatan di Sarolangun, ada sekitar 400 penambangan liar aktif.

Di Kabupaten Merangin, demam emas tak kalah gawat. Penambangan emas tanpa izin (PETI) meluas ke sawah, kebun, permukiman, bahkan halaman kantor Kecamatan Pangkalan Jambu dan Kepolisian Sektor Tabir Ulu. ”Hampir semua petambang didukung pemodal besar,” kata Eko Waskito, Koordinator G-Cinde. Mereka memakai alat berat untuk mengeruk pasir dan tanah.

Bayangkan jumlah merkuri yang dibutuhkan. Sebagai pembanding, untuk memurnikan emas dari sekarung ”pasir/batu emas”, dibutuhkan 0,5 kilogram merkuri. Padahal, limbah logam berat itu, lanjut Eko, langsung dibuang ke sungai.

Akhir Juni lalu, Kompas menguji kualitas air sungai itu di sebuah lembaga penguji terakreditasi di Jakarta. Sungai yang diuji meliputi Mesumai dan Merangin (Kabupaten Merangin) serta Tembesi (Sarolangun). Ketiganya memasok bahan baku air minum untuk perusahaan daerah air minum (PDAM) di Jambi.

Kadar merkuri di permukaan Mesumai mencapai 0,0008 mg/l, arsenik 0,002 mg/l, dan besi 2,73 mg/l. Konsentrasi merkuri dan arsenik itu nyaris mendekati batas aman. Kadar besi sudah sembilan kali lipat ambang itu. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 soal bahan baku air minum, batas aman merkuri 0,001 mg/l, arsenik 0,005 mg/l, dan besi 0,3 mg/l.

Kadar merkuri air permukaan Sungai Tembesi yang menjadi sumber air PDAM Tirta Sako Batuah, Kota Sarolangun, tepat di garis kritis. Di saluran intake PDAM, kadar logam berat itu mencapai 0,001 mg/l, besi 1,39 mg/l, dan arsenik 0,001 mg/l. Kadar merkuri dalam sampel saluran intake PDAM Merangin, yang airnya bersumber dari Sungai Merangin, sama seperti Sungai Mesumai (0,0008 mg/l), arsenik 0,002 mg/l, tetapi kadar besinya empat kali di atas batas aman (1,31 mg/l).

Ketiga sungai itu bermuara di Batanghari. Akibatnya, kualitas air Sungai Batanghari terus memburuk. Penelitian kualitas air oleh Badan Lingkungan Hidup Daerah Jambi, April lalu, di 16 titik menemukan, kategori Batanghari kini tercemar berat (Kelas D), diduga akibat air buangan PETI.

Direktur PDAM Tirta Merangin M Zuhdi mengetahui sumber air baku tercemar limbah PETI. Gara-gara itu, saluran intake di Sungai Mesumai dipindah ke Sungai Batangmerangin. Sungai Batangmerangin dan Tabir, yang menyediakan air untuk lebih dari 50 persen pelanggan (7.500 unit), juga dikhawatirkan tercemar. ”Airnya keruh sejak dua tahun terakhir,” ujarnya.

Untuk menjernihkan air dan membunuh bakteri, Zuhdi menaikkan dosis klorin dan bahan kimia lainnya hingga dua kali lipat. ”Air yang terpapar merkuri tidak bisa dimurnikan dengan cara apa pun,” kata Etty.

Perhitungan memakai formula analisis risiko kesehatan model Albering dkk (1999) menunjukkan, pada konsentrasi merkuri yang diukur Kompas, asupan air minum harian sudah sangat berisiko terhadap kesehatan, seperti pupuk untuk sel kanker. Hanya di Merangin yang risikonya sedikit lebih rendah. Etty menyarankan warga tidak meminum air dari sungai itu.

Peneliti biologi dari Universitas Jambi, Tedjo Sukmono, mengatakan, merkuri terakumulasi pada organisme air, seperti tanaman, moluska, dan ikan. ”Apabila dimakan, semua merkuri di dalamnya berpindah ke tubuh manusia,” ujarnya. Padahal, Batanghari kaya akan ikan yang biasa dikonsumsi.

Ini Dia "Drone" Garuda, Tawaran untuk Jokowi-JK


Beragam rencana dari presiden dan wakil presiden terpilih Jokowi-JK mendapat tanggapan. Salah satunya adalah gagasan penggunaan drone untuk pemantauan wilayah dan mendukung pertahanan.

Josaphat Tetuko Sri Sumantyo, perekayasa UAV dari Josaphat Laboratory, Center for Environmental Remote Sensing, Chiba University, menawarkan drone khusus untuk mendukung visi Jokowi-JK. Drone itu dinamai Indonesian Sky Scanner Drone Garuda.

Lewat surat elektronik kepada Kompas.com, Senin (1/9/2014), Josaphat menguraikan, drone yang dikembangkannya merupakan perangkatpaling maju untuk saat ini. Bekerja di stratosfer, drone itu bisa terbang pada ketinggian 13-20 kilometer dan berfungsi sebagai drone sekaligus satelit.

Drone Garuda bisa dipasangi beragam sensor, yakni synthetic aperture radar (SAR), hyperspectral dan temperature camera, high resolution dan high vision camera, serta lainnya yang mendukung penginderaan jarak jauh.

Tak cuma itu, teleskop pun bisa dipasang di drone ini. Ke depan, teleskop bisa berguna untuk mengamati fase-fase Bulan. Fungsi tersebut bisa mendukung pengamatan hilal dalam menetapkan awal Ramadhan dan Lebaran.

Memiliki drone Garuda, Indonesia juga bisa turut melakukan pengembangan sesuai kebutuhannya, misalnya untuk pengembangan material, sensor, pengujian dan pengoperasian, sistem autopilot, serta sistem navigasi.

Sistem navigasi harus dikembangkan sendiri, tidak bisa memakai perangkat umum, seperti GPS. Pasalnya, drone ini bisa beroperasi di wilayah dengan ketinggian 18 km sehingga tidak memungkinkan jika memakai GPS.

Jenis sensor yang bisa dikembangkan adalah yang spesifik untuk memenuhi kebutuhan Indonesia. Misalnya untuk mengetahui penebangan liar, kebakaran hutan, dan relay telekomunikasi untuk daerah terpencil.

Proses pengembangan bisa melibatkan sejumlah lembaga penelitian dan universitas. Bila produksi massal berlangsung, maka proses pengembangan drone ini dapat menyediakan lapangan kerja.

Secara umum tentang drone stratosfer ini, Josh mengatakan, "Ini merupakan teknologi pertama di dunia sehingga, bila Indonesia mempunyai, maka kita menjadi pemimpin di dunia dalam membuat terobosan pemanfaatan ruang udara, bahkan ruang angkasa di atas negeri kita sendiri."

Jumlah drone Garuda yang dibutuhkan akan sesuai dengan target Jokowi-JK. Jika hanya ingin memantau daerah perbatasan yang kritis, seperti daerah yang berbatasan dengan Malaysia, Papua Niugini, dan Australia, maka hal itu membutuhkan 6 drone Garuda.

"Akan tetapi, bila ingin seluruh Indonesia, maka perlu kira-kira 15 unit yang dapat dipasang di tiap-tiap komando sektor TNI AU dan lainnya," urai Josh.

Harga satu drone sekitar Rp 10 miliar dan belum termasuk sensor. Adapun sensor yang dipasang minimal adalah sensor optik dan SAR yang tembus awan. Dengan kelengkapan ini, harganya menjadi Rp 10 miliar-Rp 15 miliar. Bila Indonesia bisa mengembangkan sendiri, maka biayanya akan lebih murah.

Semua perangkat drone dan sensor yang dikembangkan harus punya spesifikasi ruang angkasa, antara lain harus tahan dan dapat beroperasi pada suhu -60 hingga 100 derajat celsius, tahan terhadap radiasi ruang angkasa, dan tahan di lingkungan yang mendekati hampa udara.
Sumber

Bos Minyak Ini Kena Tipu Karyawan, Rp 120 Miliar Raib


Taipan minyak yang juga mantan menteri pertahanan Nigeria, Theophilus Danjuma, kena tipu salah satu karyawannya. Ia pun kehilangan US$ 12 juta (Rp 120 miliar).

Berdasarkan koran setempat Punch Newspaper yang dikutip Forbes, Rabu (3/9/2014), Manasseh Obadiah Zorto, yang sempat bekerja sebagai asisten prbadi Danjuma, menggelapkan uang dari beberapa perusahaan milik salah satu orang terkaya di Afrika itu.

Beberapa perusahaan yang jadi sasarannya adalah Tita-Kuru Petrochemicals Limited, T.Y Holdings Limited, dan Central Realities Limited.

Tuntutan yang masuk ke pengadilan tinggi di Lagos membeberkan cara Zorto menggelapkan uang. Ia memanfaatkan posisinya sebagai Executive Director di Tita-Kuru sekaligus asisten pribadi yang mengurus keuangan Danjuma untuk mempermudah aksinya.

Ia sendiri sekarang buron sehingga pengadilan belum bisa memproses kasusnya. Zorto (48 tahun) sebelumnya menjabat sebagai General Manager di United Bank of Africa sebelum bergabung dengan Tita-Kuru Petrochemicals di 2007.

Tita-Kuru punya mayoritas saham di Notore Chemical Industries, produsen pupuk terbesar di Nigeria. Danjuma (75 tahun) saat ini punya harta US$ 700 juta berdasarkan Forbes.
Sumber

Sains

More on this category »

Pemilu 2014

More on this category »
 
Contact Us : Disclaimer | Advertise With Us
Copyright © 2013 Jendela Dunia - All Rights Reserved
Template Modify by Creating Website
Proudly powered by Blogger