Jika membayangkan Siberia yang ada dibenak kita adalah cuaca yang dingin, kereta api trans Siberia dan Siberia Husky (anjing Siberia) yang mengagumkan. Siberia atau “Tanah Tidur” merupakan bagian dari wilayah luas yang termasuk dari Negara Rusia, membentang dari pegunungan Ural dan Samudera Pasifik, hampir 75% wilayah Siberia ini merupakan bagian dari Rusia.
Saat ini saya tinggal di sebuah kota indah, salah satu kota pelajar di Siberia ini yakni Tomsk, kota kecil yang memiliki luas wilayah 316.900 km², dengan jumlah penduduk 1.046.039 jiwa. Tomsk selalu menarik minat pelajar untuk menuntut ilmu di sini, ini terlihat semakin bertambahnya mahasiswa asing yang kuliah di sini.
Kota yang berdiri pada zaman Tsar Boris Godunov pada tahun 1604 ini benar-benar mewarisi tradisi orang-orang Rusia yang sangat unik dan memiliki sedikit perbedaan dengan orang Rusia lainnya,orang Rusia di sini mudah melempar senyum yang tentunya berbeda dengan orang Rusia jika kita jumpai di kota lain. Mereka senang sekali membantu dan yang tak terlupakan tentu wajah cantik khas Rusia Siberia. Saat pertama kali saya datang ke Tomsk saya selalu membayangkan bahwa akan tinggal di sebuah kota yang penuh dengan kejutan, kehangatan walaupun dengan cuaca dinginnya. Dan ternyata itu benar-benar saya rasakan di sini, terutama di bulan Ramadan, bulan sucinya umat islam.
Ini adalah puasa pertama saya jauh dari Indonesia tercinta. Banyak hal-hal menarik yang saya temui di sini selama menjalankan puasa, hal yang membuat saya terharu akan perjuangan, kegigihan, kekompakan saudara muslim kita, dan toleransi sesama antar suku, budaya, dan agama.
Sebagai gambaran, puasa kali ini di Tomsk jatuh pada musim panas dengan suhu rata rata 27 C, tadinya saya mengira suhu di sini tidak akan pernah berada pada titik 20 C, karena memang pada musim dingin kita hanya berada pada suhu rata-rata -17 C, dan ekstrimnya – 45 C. Istimewanya puasa yang jatuhnya pada musim panas adalah, kita harus menahan haus dan lapar selama 21 jam.
Sahur dilakukan pada jam 02:07 waktu setempat dan berbuka baru pada jam 11 :01 malam. Sama seperti negara-negara lainnya, jika musim panas, tentu bagian dari terangnya di sini lebih mendominasi dibandingkan gelapnya atau sering disebut dengan “White Night”.
Di Tomsk sendiri, muslim di sini rata-rata saudara kita dari Uzbekistan, Kazakhtan dan dari suku Tatar. Di tengah suasana hiruk pikuk penduduk Tomsk dan suasana belajar mahasiswa, berdiri dengan sederhana 2 masjid yang bernama masjid biru dan masjid merah, namun sayangnya, masjid merah saat ini tidak difungsikan lagi, maka ibadah kita terfokus di masjid biru
Di masjid biru inilah saya bertemu dengan saudara-saudara muslim lainnya, dan saat mereka tahu saya berasal dari Indonesia, mereka memeluk erat, dan dengan bahasa Rusia yang fasih mereka mengucapkan selamat datang dan senang sekali bertemu dengan orang Indonesia yang terkenal dengan keramahannya, jumlah jama’ah haji terbesar di dunia dan muslim terbesar di dunia, tentulah ini membuat saya terharu dan merasa seperti saudara yang sudah tak lama bertemu.
Ketakjuban saya tidak hanya sampai di sana, pada saat Jum’at pertama di bulan suci Ramadan, saya menemukan hal unik, yang mana para jamaah salat Jum’at berlomba-lomba untuk menjadi muadzin, saya benar-benar terharu dengan saudara-saudara muslim kita ini. Mereka berlomba-lomba mengejar pahala yang berlipat ganda di bulan Ramadan yang kadang itu terlupa di Indonesia.
Salah satu hal unik lagi yang saya rasakan ketika berada di Rusia di Ramadan adalah toleransi. Ketika itu saya sedang berada di bis menuju kampus, di dalam bis tersebut duduk salah seorang wanita cantik khas Rusia sedang lahapnya menyantap roti khas Rusia, kebetulan saya sedang mendapat telepon dari keluarga di Indonesia. Di dalam percakapan itu seperti biasa selalu kita awali dengan 'Assalamualikum'. Panjang lebar saya berbicara dan menutup percakapan tersebut, saya melihat wanita tersebut berhenti menyantap makanannya, dan mengucapkan kata maaf, sudah makan di depan saya, karena dia tahu saat ini sedang bulan Ramadan dan tahu saya seorang muslim dari ‘Asslamualaikum”.
Saya benar-benar terkejut akan hal tersebut, saya mengobrol banyak bersamanya, ia adalah mahasiswi psikologi yang sudah pernah tinggal di Malaysia dan beraliran komunis. Di tengah perbincangan hangat bersamanya , pikiran saya terbang jauh jika situasi ini terjadi di Indonesia.
Saya terkadang iri dengan muslim dan Rusia khususnya di Tomsk, mereka tidak pernah mengeluh dengan keadaan mereka sebagai minoritas, semangat menjalankan puasa walaupun itu harus menjalankan lebih lama dibandingkan dengan Indonesia, waktu yang tak menentu di musim panas ini, dan godaan kehidupan di tanah Siberia ini.
Saya bersyukur bertemu dengan Ramadan di Siberia, sapaan Ramadan di Siberia yang unik dan penuh keajaiban serta penuh arti ini tentulah akan menjadi hal yang tak terlupakan. Saya jatuh cinta pada pandangan pertama Ramadan Siberia, ia menyapa penuh dengan kelembutan, kesejukkannya dan berharap akan selalu diberi kejutan bersamanya.
*)Penulis adalah mahasiswa Indonesia yang saat ini sedang menjalankan studi Master of Management: National Research Tomsk polytechnic University, Rusia
Sumber
Saat ini saya tinggal di sebuah kota indah, salah satu kota pelajar di Siberia ini yakni Tomsk, kota kecil yang memiliki luas wilayah 316.900 km², dengan jumlah penduduk 1.046.039 jiwa. Tomsk selalu menarik minat pelajar untuk menuntut ilmu di sini, ini terlihat semakin bertambahnya mahasiswa asing yang kuliah di sini.
Kota yang berdiri pada zaman Tsar Boris Godunov pada tahun 1604 ini benar-benar mewarisi tradisi orang-orang Rusia yang sangat unik dan memiliki sedikit perbedaan dengan orang Rusia lainnya,orang Rusia di sini mudah melempar senyum yang tentunya berbeda dengan orang Rusia jika kita jumpai di kota lain. Mereka senang sekali membantu dan yang tak terlupakan tentu wajah cantik khas Rusia Siberia. Saat pertama kali saya datang ke Tomsk saya selalu membayangkan bahwa akan tinggal di sebuah kota yang penuh dengan kejutan, kehangatan walaupun dengan cuaca dinginnya. Dan ternyata itu benar-benar saya rasakan di sini, terutama di bulan Ramadan, bulan sucinya umat islam.
Ini adalah puasa pertama saya jauh dari Indonesia tercinta. Banyak hal-hal menarik yang saya temui di sini selama menjalankan puasa, hal yang membuat saya terharu akan perjuangan, kegigihan, kekompakan saudara muslim kita, dan toleransi sesama antar suku, budaya, dan agama.
Sebagai gambaran, puasa kali ini di Tomsk jatuh pada musim panas dengan suhu rata rata 27 C, tadinya saya mengira suhu di sini tidak akan pernah berada pada titik 20 C, karena memang pada musim dingin kita hanya berada pada suhu rata-rata -17 C, dan ekstrimnya – 45 C. Istimewanya puasa yang jatuhnya pada musim panas adalah, kita harus menahan haus dan lapar selama 21 jam.
Sahur dilakukan pada jam 02:07 waktu setempat dan berbuka baru pada jam 11 :01 malam. Sama seperti negara-negara lainnya, jika musim panas, tentu bagian dari terangnya di sini lebih mendominasi dibandingkan gelapnya atau sering disebut dengan “White Night”.
Di Tomsk sendiri, muslim di sini rata-rata saudara kita dari Uzbekistan, Kazakhtan dan dari suku Tatar. Di tengah suasana hiruk pikuk penduduk Tomsk dan suasana belajar mahasiswa, berdiri dengan sederhana 2 masjid yang bernama masjid biru dan masjid merah, namun sayangnya, masjid merah saat ini tidak difungsikan lagi, maka ibadah kita terfokus di masjid biru
Di masjid biru inilah saya bertemu dengan saudara-saudara muslim lainnya, dan saat mereka tahu saya berasal dari Indonesia, mereka memeluk erat, dan dengan bahasa Rusia yang fasih mereka mengucapkan selamat datang dan senang sekali bertemu dengan orang Indonesia yang terkenal dengan keramahannya, jumlah jama’ah haji terbesar di dunia dan muslim terbesar di dunia, tentulah ini membuat saya terharu dan merasa seperti saudara yang sudah tak lama bertemu.
Ketakjuban saya tidak hanya sampai di sana, pada saat Jum’at pertama di bulan suci Ramadan, saya menemukan hal unik, yang mana para jamaah salat Jum’at berlomba-lomba untuk menjadi muadzin, saya benar-benar terharu dengan saudara-saudara muslim kita ini. Mereka berlomba-lomba mengejar pahala yang berlipat ganda di bulan Ramadan yang kadang itu terlupa di Indonesia.
Salah satu hal unik lagi yang saya rasakan ketika berada di Rusia di Ramadan adalah toleransi. Ketika itu saya sedang berada di bis menuju kampus, di dalam bis tersebut duduk salah seorang wanita cantik khas Rusia sedang lahapnya menyantap roti khas Rusia, kebetulan saya sedang mendapat telepon dari keluarga di Indonesia. Di dalam percakapan itu seperti biasa selalu kita awali dengan 'Assalamualikum'. Panjang lebar saya berbicara dan menutup percakapan tersebut, saya melihat wanita tersebut berhenti menyantap makanannya, dan mengucapkan kata maaf, sudah makan di depan saya, karena dia tahu saat ini sedang bulan Ramadan dan tahu saya seorang muslim dari ‘Asslamualaikum”.
Saya benar-benar terkejut akan hal tersebut, saya mengobrol banyak bersamanya, ia adalah mahasiswi psikologi yang sudah pernah tinggal di Malaysia dan beraliran komunis. Di tengah perbincangan hangat bersamanya , pikiran saya terbang jauh jika situasi ini terjadi di Indonesia.
Saya terkadang iri dengan muslim dan Rusia khususnya di Tomsk, mereka tidak pernah mengeluh dengan keadaan mereka sebagai minoritas, semangat menjalankan puasa walaupun itu harus menjalankan lebih lama dibandingkan dengan Indonesia, waktu yang tak menentu di musim panas ini, dan godaan kehidupan di tanah Siberia ini.
Saya bersyukur bertemu dengan Ramadan di Siberia, sapaan Ramadan di Siberia yang unik dan penuh keajaiban serta penuh arti ini tentulah akan menjadi hal yang tak terlupakan. Saya jatuh cinta pada pandangan pertama Ramadan Siberia, ia menyapa penuh dengan kelembutan, kesejukkannya dan berharap akan selalu diberi kejutan bersamanya.
*)Penulis adalah mahasiswa Indonesia yang saat ini sedang menjalankan studi Master of Management: National Research Tomsk polytechnic University, Rusia
Sumber
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terima kasih sudah berkunjung !
Silakan berkomentar dengan kata kata yang baik dan jangan spam