Oleh: Dr Muhammad Hariyadi, MA
Cinta adalah kecocokan dua hati atau dua pihak. Ia tidak dapat diperintahkan atau dipaksakan. Ia hadir sebagai buah kecenderungan dan kecocokan nilai-nilai.
Cinta tidak dapat diobral dengan kata-kata. Ia harus merupakan bukti yang didasari niat baik, hati mendalam dan jiwa mulia.
Allah SWT mencintai beberapa karakter dari kepribadian seorang Muslim. Sesuai dengan dzat-Nya yang Agung, Baik, Mulia, Istimewa, dan sederat sifat baik lainnya, maka unsur-unsur kebaikan itu menjadi inti dari karakter yang dicintai Allah SWT.
Rasulullah SAW menunjukkan jalan kepada kita bahwa untuk memiliki karakter yang dicintai Allah SWT, kita harus memenuhi ketentuan berikut ini: "Katakanlah: ‘Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, maka ikutilah aku, niscaya Allah akan mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu’." Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." (QS. Ali Imran: 31).
Iman kepada rasul, mengikuti risalahnya, menaati perintahnya, dan menjauhi larangannya merupakan kunci menjadi pribadi yang dicintai Allah. Hal itu karena kegiatan tersebut menjadi bukti nyata kecintaan dan keberpihakan kita pada sifat-sifat keagungan, kebaikan, kemuliaan, keistimewaan dan sifat baik lainnya yang menjadi karakter asli Allah SWT.
Dalam menjawab seorang sahabat yang ingin menjadi bagian dari orang yang dicintai Allah SWT, Rasulullah SAW menyatakan, "Cintailah Apa yang dicintai oleh Allah dan rasul-Nya, dan bencilah apa yang dibenci oleh Allah dan rasul-Nya." (HR. Ahmad).
Umumnya, mereka yang memiliki karakter tersebut adalah orang-orang yang gemar berbuat baik (muhsinin), bertaubat (tawwabin), bertakwa (muttaqin) dan berserah diri (mutawakkilin) kepada Allah SWT sebagaimana tersebut dalam fiman-Nya sebagai berikut:
Pertama, "Sungguh Allah mencintai orang-orang yang berbuat kebajikan." (QS. Al Baqarah: 195; QS. Ali Imran:134 dan 148; QS. Al Maidah: 13 dan 93). Muhsinin di sini adalah orang-orang yang memperbaiki terus amal salehnya, melebihi persyaratan normalnya, dan meningkatkan nilai dan substansi kebaikannya. Kebaikan mereka melebihi kebaikan rata-rata manusia dan di luar batas kemanusiaannya.
Kedua, "Sungguh Allah mencintai orang-orang yang bertaubat dan mensucikan diri." (QS. Al Baqarah: 222). Mereka ini dicintai Allah karena senantiasa berhasrat merubah masa lalu yang buruk menjadi baik, tidak mengulang kesalahan (dosa) dan menyegerakan diri dalam garis ketuhanan semata-mata karena takut kepada Allah dan berharap ridha-Nya.
Ketiga, "Sungguh Allah mencintai orang-orang yang bertakwa." (QS. Ali imran: 76; QS. At Taubah: 4 dan 7). Takwa adalah perisai, perhiasan dan bekal paling baik di dunia. Ketakwaan mencerminkan keimanan dan amal saleh. Iman dan amal saleh mengantarkan pelakunya ke surga.
Keempat, "Sungguh Allah mencintai orang-orang yang berserah diri." (QS. Ali Imran: 159). Berserah diri merupakan kegiatan yang senantiasa dilakukan oleh seorang mukmin setelah menyelesaikan pekerjaan dengan baik dan memenuhi semua kriteria yang diperlukan sesuai dengan kapasitasnya sebagai manusia.
Berserah diri tersebut menjadi prasyarat dihasilkannya tujuan sesuai yang diharapkan. Selanjutnya adalah kuasa Allah SWT, Dzat yang mengetahui secara pasti kegaiban yang terdapat dalam proses menuju hasil dan tujuan.
Sumber
Cinta adalah kecocokan dua hati atau dua pihak. Ia tidak dapat diperintahkan atau dipaksakan. Ia hadir sebagai buah kecenderungan dan kecocokan nilai-nilai.
Cinta tidak dapat diobral dengan kata-kata. Ia harus merupakan bukti yang didasari niat baik, hati mendalam dan jiwa mulia.
Allah SWT mencintai beberapa karakter dari kepribadian seorang Muslim. Sesuai dengan dzat-Nya yang Agung, Baik, Mulia, Istimewa, dan sederat sifat baik lainnya, maka unsur-unsur kebaikan itu menjadi inti dari karakter yang dicintai Allah SWT.
Rasulullah SAW menunjukkan jalan kepada kita bahwa untuk memiliki karakter yang dicintai Allah SWT, kita harus memenuhi ketentuan berikut ini: "Katakanlah: ‘Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, maka ikutilah aku, niscaya Allah akan mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu’." Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." (QS. Ali Imran: 31).
Iman kepada rasul, mengikuti risalahnya, menaati perintahnya, dan menjauhi larangannya merupakan kunci menjadi pribadi yang dicintai Allah. Hal itu karena kegiatan tersebut menjadi bukti nyata kecintaan dan keberpihakan kita pada sifat-sifat keagungan, kebaikan, kemuliaan, keistimewaan dan sifat baik lainnya yang menjadi karakter asli Allah SWT.
Dalam menjawab seorang sahabat yang ingin menjadi bagian dari orang yang dicintai Allah SWT, Rasulullah SAW menyatakan, "Cintailah Apa yang dicintai oleh Allah dan rasul-Nya, dan bencilah apa yang dibenci oleh Allah dan rasul-Nya." (HR. Ahmad).
Umumnya, mereka yang memiliki karakter tersebut adalah orang-orang yang gemar berbuat baik (muhsinin), bertaubat (tawwabin), bertakwa (muttaqin) dan berserah diri (mutawakkilin) kepada Allah SWT sebagaimana tersebut dalam fiman-Nya sebagai berikut:
Pertama, "Sungguh Allah mencintai orang-orang yang berbuat kebajikan." (QS. Al Baqarah: 195; QS. Ali Imran:134 dan 148; QS. Al Maidah: 13 dan 93). Muhsinin di sini adalah orang-orang yang memperbaiki terus amal salehnya, melebihi persyaratan normalnya, dan meningkatkan nilai dan substansi kebaikannya. Kebaikan mereka melebihi kebaikan rata-rata manusia dan di luar batas kemanusiaannya.
Kedua, "Sungguh Allah mencintai orang-orang yang bertaubat dan mensucikan diri." (QS. Al Baqarah: 222). Mereka ini dicintai Allah karena senantiasa berhasrat merubah masa lalu yang buruk menjadi baik, tidak mengulang kesalahan (dosa) dan menyegerakan diri dalam garis ketuhanan semata-mata karena takut kepada Allah dan berharap ridha-Nya.
Ketiga, "Sungguh Allah mencintai orang-orang yang bertakwa." (QS. Ali imran: 76; QS. At Taubah: 4 dan 7). Takwa adalah perisai, perhiasan dan bekal paling baik di dunia. Ketakwaan mencerminkan keimanan dan amal saleh. Iman dan amal saleh mengantarkan pelakunya ke surga.
Keempat, "Sungguh Allah mencintai orang-orang yang berserah diri." (QS. Ali Imran: 159). Berserah diri merupakan kegiatan yang senantiasa dilakukan oleh seorang mukmin setelah menyelesaikan pekerjaan dengan baik dan memenuhi semua kriteria yang diperlukan sesuai dengan kapasitasnya sebagai manusia.
Berserah diri tersebut menjadi prasyarat dihasilkannya tujuan sesuai yang diharapkan. Selanjutnya adalah kuasa Allah SWT, Dzat yang mengetahui secara pasti kegaiban yang terdapat dalam proses menuju hasil dan tujuan.
Sumber
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terima kasih sudah berkunjung !
Silakan berkomentar dengan kata kata yang baik dan jangan spam