Oleh Dr Muhammad Hariyadi MA
Dzulqadah merupakan salah satu dari empat bulan yang dimuliakan Allah SWT melebihi bulan-bulan lainnya di luar Ramadhan. Kemuliaan empat bulan tersebut (Dzulqaah, Dzulhijjah, Muharram, dan Rajab) merupakan ketentuan yang telah ditetapkan oleh Allah SWT sejak zaman ajali.
Allah SWT berfirman: "Sesungguhnya jumlah bulan menurut Allah ialah dua belas bulan (sebagaimana) dalam ketetapan Allah pada waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya ada empat bulan haram (yang dimuliakan). Itulah (ketetapan) agama yang lurus, maka janganlah kamu menzalimi dirimu dalam bulan yang empat itu, dan perangilah kaum musyrikin semuanya sebagaimana mereka pun memerangi kamu semua. Dan ketahuilah bahwa Allah beserta orang-orang yang takwa." (QS. At-Taubah: 36).
Disebabkan oleh kenyataan bahwa alam semesta dan bahkan jiwa manusia adalah milik Allah SWT, maka Allah lah yang berhak menetapkan segala sesuatu sesuai dengan kehendaknya, tanpa harus mempertimbangkan reaksi dari para makhluknya. Allah misalnya berkehendak merubah kiblat kaum muslimin dari Bait Al-Maqdis ke Ka'bah dan menegaskan ketaatan atasnya merupakan bentuk ketundukan pada hukum Allah, kendati reaksi besar muncul dari orang-orang Yahudi dan Nasrani. (QS. Al-Baqarah: 144).
Allah juga berhak memindahkan medan kenabian utama dari daerah Yerussalem ke Makkah dan mengutus Rasul terakhir di tempat yang semula tidak ada tanda-tanda kehidupan di dalamnya, yang dalam perkembangannya daerah tersebut menjadi pusat peradaban dan perhatian semua manusia di bumi. (QS. Al-Baqarah: 151). Demikian pula dengan penetapan empat bulan sebagai bulan haram (mulia), yang tidak lain merupakan ketentuan yang telah ditetapkan Allah, baik manusia mampu mengungkap atau tidak mengetahui akan hikmah yang terkandung di dalamnya. (QS. At-taubah: 36).
Imam Al-Qurtubi mengaitkan kemuliaan tiga bulan haram yang berturut-turut (Dzulqadah, Dzulhijjah dan Muharram) dengan eksistensi Ka'bah sebagai tempat yang aman dan jaminan penciptaan keamanan bagi semua orang terhadap sesamanya yang terdapat di dalamnya atau di sekitarnya.
Sehingga kemuliaan tiga bulan berturut-turut sesungguhnya terletak pada payung keamanan yang diberikan oleh Allah SWT (dengan diharamkannya kaum muslimin berperang kecuali untuk mempertahankan diri) guna mendukung keamanan internal yang terdapat di dalam Majidil Haram.
Lebih jelasnya Ibnu Katsir menegaskan bahwa pemuliaan tiga bulan berturut-turut itu berkaitan dengan jaminan keamanan yang diberikan Allah SWT agar manusia aman dan nyaman dalam menjalankan ibadah haji dan umrah sejak berangkat hingga kembali ke negaranya masing-masing.
Yaitu pertama: dengan mengharamkan peperangan satu bulan sebelum bulan haji (Dzulqadah) agar mereka yang berada di luar kota Makkah terjamin keamanan perjalanannya hingga tiba di Makkah dengan selamat. Kedua, pengharaman peperangan di bulan Dzulhijjah yang merupakan bulan pelaksanaan ibadah haji. Dan ketiga, pengharaman peperangan satu bulan sesudah pelaksanaan ibadah haji (Muharram) agar mereka yang selesai menunaikan ibadah haji dapat kembali ke negaranya dengan aman dan selamat.
Pihak yang merancang dan mensyariatkan rancangan besar itu adalah Allah SWT, sehingga mereka yang tidak menaati apalagi menciptakan kondisi instabilitas pada bulan-bulan tersebut adalah orang-orang zalim, yaitu orang-orang yang telah melampaui batas dari ketetapan yang digariskan oleh Allah SWT.
Mereka sekilas bebas berbuat kezaliman kepada pihak lain, namun pada hakekatnya mereka berbuat kezaliman pada diri sendiri sebab kebebasan mereka di dunia hanyalah kebebasan semu sebatas mur manusia. Sementara akibat perbuatan tersebut, akan mereka pertanggung jawabkan dalam kehidupan akhirat yang sifatnya abadi dan selama-lamanya.
Wallahu A'lam.
Sumber
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terima kasih sudah berkunjung !
Silakan berkomentar dengan kata kata yang baik dan jangan spam