Oleh: Ina Salma Febriani
Ada pepatah yang mengatakan, sebaik-baiknya teman adalah buku. Mengapa demikian, sebab buku adalah jendela dunia dan membuka cakrawala. Dengan membaca, pikiran dan wawasan manusia menjadi terbuka.
Dengan membaca pula, secara tidak langsung, siapa pun mereka—telah menjalani perintah pertama (wahyu) yang Allah turunkan kepada Nabi Muhammad SAW dalam Surah Al-Alaq. “Bacalah, dengan nama Tuhanmu yang Maha Menciptakan.”
Tiada tujuan lain dari perintah ‘membaca’ tersebut, selain Allah menghendaki agar hamba-hamba-Nya terus mencari dan menambah ilmu pengetahuan sehingga menjadi Rabbani (ahli ilmu dan pengabdi Allah), serta manusia tersebut menjadi cerdas.
Setidaknya ada beberapa kecerdasan yang harus terus diasah manusia. Baik kecerdasan emosi, intelektual, juga spiritual. Jika buku sebagai ‘vitamin’ wawasan intelektual bagi manusia, maka manusia membutuhkan vitamin lain untuk kondisi spiritualnya. Vitamin tersebut ialah dengan berdzikir.
Dzikir berasal dari kata ‘dza-ka-ra’ yang bermakna mengingat. Mengingat Tuhan dalam tiap keadaan dapat kita lakukan dengan berdzikir. Allah pun banyak mengungkap ayat dzikir yang salah satu di antaranya ialah pengujung Quran Surah Ali-Imran ayat 190-191.
“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal, (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): "Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Mahasuci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka.”
Ayat tersebut diawali dengan keajaiban penciptaan langit dan bumi yang bagi orang-orang berakal, sungguh semua ciptaan-Nya memiliki hikmah dan faedah. Hikmah dari penciptaan keduanya pun menjadikan manusia senantiasa berdzikir dalam tiap keadaan, entah dalam keadaan berdiri, duduk maupun berbaring hingga mereka merintih dan berdoa bahwa tiada yang sia-sia atas penciptaan alam lalu berlindung pada-Nya atas siksa neraka.
Diriwayatkan dari Abu Hurairah RA, Rasulullah saw bersabda bahwa Allah berfirman, “Aku berdasarkan prasangka hamba-hamba-Ku. Aku bersamanya jika ia mengingatku. Apabila dia mengingat-Ku, dalam dirinya, niscaya Aku mengingatnya dalam diri-Ku...” (HR Bukhari Muslim).
Allah senantiasa mengingat kita, jika kita mengingat-Nya dalam tiap keadaan. Membesarkan Dzat-Nya dan menyucikan asma-Nya. Adapun dzikir pilihan yang ringan dilafadzkan namun berat dalam timbangan amal serta Allah suka terhadap lafadz itu ialah “Subhaanallahi wabihamdihi, Subhaanallahil ‘adzhim,” (HR Bukhari Muslim).
Hidup, napas, dan usia adalah anugerah terbesar dari-Nya, sudah sepatutnyalah kita memanfaatkan setiap desahan napas ini dengan bersyukur dan memuji dengan berdzikir pada-Nya.
Sumber
Ada pepatah yang mengatakan, sebaik-baiknya teman adalah buku. Mengapa demikian, sebab buku adalah jendela dunia dan membuka cakrawala. Dengan membaca, pikiran dan wawasan manusia menjadi terbuka.
Dengan membaca pula, secara tidak langsung, siapa pun mereka—telah menjalani perintah pertama (wahyu) yang Allah turunkan kepada Nabi Muhammad SAW dalam Surah Al-Alaq. “Bacalah, dengan nama Tuhanmu yang Maha Menciptakan.”
Tiada tujuan lain dari perintah ‘membaca’ tersebut, selain Allah menghendaki agar hamba-hamba-Nya terus mencari dan menambah ilmu pengetahuan sehingga menjadi Rabbani (ahli ilmu dan pengabdi Allah), serta manusia tersebut menjadi cerdas.
Setidaknya ada beberapa kecerdasan yang harus terus diasah manusia. Baik kecerdasan emosi, intelektual, juga spiritual. Jika buku sebagai ‘vitamin’ wawasan intelektual bagi manusia, maka manusia membutuhkan vitamin lain untuk kondisi spiritualnya. Vitamin tersebut ialah dengan berdzikir.
Dzikir berasal dari kata ‘dza-ka-ra’ yang bermakna mengingat. Mengingat Tuhan dalam tiap keadaan dapat kita lakukan dengan berdzikir. Allah pun banyak mengungkap ayat dzikir yang salah satu di antaranya ialah pengujung Quran Surah Ali-Imran ayat 190-191.
“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal, (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): "Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Mahasuci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka.”
Ayat tersebut diawali dengan keajaiban penciptaan langit dan bumi yang bagi orang-orang berakal, sungguh semua ciptaan-Nya memiliki hikmah dan faedah. Hikmah dari penciptaan keduanya pun menjadikan manusia senantiasa berdzikir dalam tiap keadaan, entah dalam keadaan berdiri, duduk maupun berbaring hingga mereka merintih dan berdoa bahwa tiada yang sia-sia atas penciptaan alam lalu berlindung pada-Nya atas siksa neraka.
Diriwayatkan dari Abu Hurairah RA, Rasulullah saw bersabda bahwa Allah berfirman, “Aku berdasarkan prasangka hamba-hamba-Ku. Aku bersamanya jika ia mengingatku. Apabila dia mengingat-Ku, dalam dirinya, niscaya Aku mengingatnya dalam diri-Ku...” (HR Bukhari Muslim).
Allah senantiasa mengingat kita, jika kita mengingat-Nya dalam tiap keadaan. Membesarkan Dzat-Nya dan menyucikan asma-Nya. Adapun dzikir pilihan yang ringan dilafadzkan namun berat dalam timbangan amal serta Allah suka terhadap lafadz itu ialah “Subhaanallahi wabihamdihi, Subhaanallahil ‘adzhim,” (HR Bukhari Muslim).
Hidup, napas, dan usia adalah anugerah terbesar dari-Nya, sudah sepatutnyalah kita memanfaatkan setiap desahan napas ini dengan bersyukur dan memuji dengan berdzikir pada-Nya.
Sumber
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terima kasih sudah berkunjung !
Silakan berkomentar dengan kata kata yang baik dan jangan spam