Oleh: Dr Muhammad Hariyadi, MA
Menukil kisah dari Syekh Ahmad Abdul Rahim Abdul Bar dalam Ceramah Ramadhan Di Hadapan Raja Maroko (Durus Hasaniyah) dikatakan bahwasanya pada suatu malam, seorang perempuan tua menyenandungkan sebuah syair di sepertiga malam pada masa Khalifah Umar bin Khathab RA.
Perempuan tua itu hidup sendirian dan tidak lagi memiliki sanak saudara di rumahnya. Umar bin Khathab yang sedang mengadakan inspeksi malam itu, melihat cahaya yang masih menyala dari rumah tersebut.
Umar mencoba mendekat dan sayup-sayup terdengar senandung syair merdu dari penghuni rumah itu. Umar penasaran akan bait-bait syair yang dilantunkan dan mendengarkannya dengan seksama:
Kepada Muhammad terlimpahkan doa kebaikan
Penghias orang-orang baik dan tuan orang-orang terpilih
Semoga rahmat senantiasa terlimpah kepadanya dari orang-orang baik lagi suci
Sungguh engkau telah menjadi panutan yang menangis dalam kesepian
Aduhai betapa rambutku terus memanjang
Dapatkah aku berkumpul dengannya yang menjadi kekasihku di rumah (akhirat)
Umar RA terperanjat mendengar lantunan syair indah ini yang tiba-tiba terasa telah melapangkan dadanya. Ia lalu duduk di samping pintu rumah tersebut dan mendengarkan kembali lantunan syair yang didendangkan. Tidak terasa, tiba-tiba Umar meneteskan air mata memaknai rangkaian syair kesedihan yang sekaligus mengandung doa dan harapan tersebut.
Kepada Muhammad terlimpahkan doa kebaikan
Penghias orang-orang baik dan tuan orang-orang terpilih
Penggunaan rangkaian huruf "ta" dan "ha" bertasdid (ketat) dan "ta" sukun dan "ha" bertasdid serta huruf-huruf yang dipanjangkan dalam syair Arab tersebut merupakan aliansi terbuka yang merefleksikan gabungan antara kesedihan hati dan kegembiraan.
Untaian syair tersebut berbeda dengan kata-kata Istri Firaun, yang bersedih di bawah ancaman cambuk dan bunga api, karena paduan "tasydid, huruf "ta", dan "ha" yang terdapat di dalamnya merupakan aliansi tertutup, yaitu aliansi kesedihan.
Istri Firaun berkata, "Ya Tuhanku, bangunkanlah untukku sebuah rumah di sisi-Mu dalam surga, dan selamatkanlah aku dari Firaun dan perbuatannya dan selamatkanlah aku dari kaum yang zalim." (QS. At-Tahrim: 11).
Umar yang tak kuasa menahan tangis terpaksa berkata kepada perempuan tua itu di depan pintunya, "Teruskan! Teruskan alunan syairmu, wahai saudariku".
Perempuan tua itu bertanya, "Siapa di situ?"
Umar menjawab, "Ini Umar bin Khathab, Amirul Mukminin.”
Perempuan tua itu melanjutkan pertanyaannya, "Apa yang Engkau inginkan?"
Jawab Umar, "Aku mendengar syair yang engkau lantunkan yang memuji dan mendoakan Rasulullah SAW, masukkanlah nama Umar di dalamnya, jangan lupa Umar di dalam syair tersebut."
Lantas perempuan tua itu mengulang syairnya dan memasukkan nama Umar bin Khathab RA di pengujung syairnya dengan menyatakan:
Dapatkah aku berkumpul dengannya yang menjadi kekasihku di rumah (akhirat)
Dan Umar, berilah ampunan-mu wahai Tuhan Yang Mahapengampun
Ternyata lantunan syair tersebut bukan saja melapangkan dada Umar bin Khathab dan membuatnya terkesima, melainkan menjadikan perempuan tua itu dapat menggembirakannya dari kesedihan; membebaskannya dari keterasingan kesendirian; mendekatkannya pada pribadi yang dicintainya (Rasulullah SAW); menyelamatkannya dari pikiran buruk setan, menyibukkan dirinya dalam kebaikan; dan mendekatkannya pada ketaatan dan rida Tuhan. Wallahu a'lam.
Sumber
Menukil kisah dari Syekh Ahmad Abdul Rahim Abdul Bar dalam Ceramah Ramadhan Di Hadapan Raja Maroko (Durus Hasaniyah) dikatakan bahwasanya pada suatu malam, seorang perempuan tua menyenandungkan sebuah syair di sepertiga malam pada masa Khalifah Umar bin Khathab RA.
Perempuan tua itu hidup sendirian dan tidak lagi memiliki sanak saudara di rumahnya. Umar bin Khathab yang sedang mengadakan inspeksi malam itu, melihat cahaya yang masih menyala dari rumah tersebut.
Umar mencoba mendekat dan sayup-sayup terdengar senandung syair merdu dari penghuni rumah itu. Umar penasaran akan bait-bait syair yang dilantunkan dan mendengarkannya dengan seksama:
Kepada Muhammad terlimpahkan doa kebaikan
Penghias orang-orang baik dan tuan orang-orang terpilih
Semoga rahmat senantiasa terlimpah kepadanya dari orang-orang baik lagi suci
Sungguh engkau telah menjadi panutan yang menangis dalam kesepian
Aduhai betapa rambutku terus memanjang
Dapatkah aku berkumpul dengannya yang menjadi kekasihku di rumah (akhirat)
Umar RA terperanjat mendengar lantunan syair indah ini yang tiba-tiba terasa telah melapangkan dadanya. Ia lalu duduk di samping pintu rumah tersebut dan mendengarkan kembali lantunan syair yang didendangkan. Tidak terasa, tiba-tiba Umar meneteskan air mata memaknai rangkaian syair kesedihan yang sekaligus mengandung doa dan harapan tersebut.
Kepada Muhammad terlimpahkan doa kebaikan
Penghias orang-orang baik dan tuan orang-orang terpilih
Penggunaan rangkaian huruf "ta" dan "ha" bertasdid (ketat) dan "ta" sukun dan "ha" bertasdid serta huruf-huruf yang dipanjangkan dalam syair Arab tersebut merupakan aliansi terbuka yang merefleksikan gabungan antara kesedihan hati dan kegembiraan.
Untaian syair tersebut berbeda dengan kata-kata Istri Firaun, yang bersedih di bawah ancaman cambuk dan bunga api, karena paduan "tasydid, huruf "ta", dan "ha" yang terdapat di dalamnya merupakan aliansi tertutup, yaitu aliansi kesedihan.
Istri Firaun berkata, "Ya Tuhanku, bangunkanlah untukku sebuah rumah di sisi-Mu dalam surga, dan selamatkanlah aku dari Firaun dan perbuatannya dan selamatkanlah aku dari kaum yang zalim." (QS. At-Tahrim: 11).
Umar yang tak kuasa menahan tangis terpaksa berkata kepada perempuan tua itu di depan pintunya, "Teruskan! Teruskan alunan syairmu, wahai saudariku".
Perempuan tua itu bertanya, "Siapa di situ?"
Umar menjawab, "Ini Umar bin Khathab, Amirul Mukminin.”
Perempuan tua itu melanjutkan pertanyaannya, "Apa yang Engkau inginkan?"
Jawab Umar, "Aku mendengar syair yang engkau lantunkan yang memuji dan mendoakan Rasulullah SAW, masukkanlah nama Umar di dalamnya, jangan lupa Umar di dalam syair tersebut."
Lantas perempuan tua itu mengulang syairnya dan memasukkan nama Umar bin Khathab RA di pengujung syairnya dengan menyatakan:
Dapatkah aku berkumpul dengannya yang menjadi kekasihku di rumah (akhirat)
Dan Umar, berilah ampunan-mu wahai Tuhan Yang Mahapengampun
Ternyata lantunan syair tersebut bukan saja melapangkan dada Umar bin Khathab dan membuatnya terkesima, melainkan menjadikan perempuan tua itu dapat menggembirakannya dari kesedihan; membebaskannya dari keterasingan kesendirian; mendekatkannya pada pribadi yang dicintainya (Rasulullah SAW); menyelamatkannya dari pikiran buruk setan, menyibukkan dirinya dalam kebaikan; dan mendekatkannya pada ketaatan dan rida Tuhan. Wallahu a'lam.
Sumber
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terima kasih sudah berkunjung !
Silakan berkomentar dengan kata kata yang baik dan jangan spam