Setiap orang tentu ingin bahagia dan mereka pasti melakukan berbagai cara untuk mencapai kebahagiaannya itu. Tapi ironisnya, sebuah studi baru mengungkap orang yang berjuang mati-matian demi mendapatkan kebahagiaannya justru akan berakhir tak bahagia dan kesepian. Kok bisa?
Menurut studi yang dipublikasikan dalam jurnal Emotion, hal ini karena orang yang berambisi untuk bahagia cenderung hanya terfokus pada dirinya sendiri, alih-alih menjaga hubungannya dengan orang lain. Pada akhirnya, mereka akan terisolasi dan merasa kesepian, padahal kondisi ini dapat menurunkan tingkat kesejahterannya.
"Tampaknya ada hal yang lebih alami dan fungsional dari sekedar ingin bahagia. Bahkan dari studi ini kami menemukan bahwa menilai kebahagiaan terlalu tinggi justru memberikan sejumlah konsekuensi negatif. Salah satunya adalah merusak hubungannya dengan orang lain dan membuat mereka kesepian," terang peneliti dari University of Denver and University of California, Berkeley.
Kesimpulan ini diperoleh setelah peneliti melakukan dua percobaan. Pada percobaan pertama peneliti meminta 206 pria dan wanita berusia 20-60 tahun menyelesaikan survei online tentang seberapa besar mereka menilai pentingnya kebahagiaan bagi hidup mereka.
Seminggu kemudian partisipan diminta menulis diari harian sebelum tidur untuk melaporkan kejadian yang paling membuat partisipan stres dalam sehari dan seberapa besar stres yang mereka rasakan karenanya, termasuk sebesar apa kesepian yang mereka rasakan. Penulisan diarinya berlangsung selama 2 minggu.
Dari percobaan pertama ini peneliti menemukan semakin besar penilaian partisipan terhadap kebahagiaan maka semakin partisipan merasa kesepian ketika mengalami kejadian yang membuatnya tertekan tersebut. Bahkan hasilnya dapat dipastikan setelah peneliti mempertimbangkan faktor lain seperti usia, jenis kelamin dan status sosioekonomi.
Sedangkan pada studi kedua, peneliti mencoba mencari tahu apakah mengagungkan kebahagiaan-lah yang menyebabkan orang-orang makin merasa kesepian. Untuk mengetahuinya, peneliti meminta 43 mahasiswi untuk menonton video klip yang netral (secara emosional) lalu partisipan diminta menilai seberapa besar kesepian yang mereka rasakan.
Setelah itu partisipan dibagi menjadi dua kelompok; kelompok satu diminta membaca sebuah artikel buatan yang menekankan manfaat kebahagiaan terhadap hubungan dengan pasangan, karir serta kesejahteraan seseorang secara menyeluruh. Tapi kelompok kontrol diminta membaca artikel yang sama namun kata 'kebahagiaan'-nya diganti dengan 'pertimbangan akurat'.
Kemudian seluruh partisipan menonton sebuah film berdurasi 35 menit yang dirancang khusus untuk menimbulkan rasa keterikatan dan keintiman.
Hasilnya, di awal studi kesepian yang dirasakan kedua kelompok tidak tampak berbeda. Tapi lain halnya ketika percobaan selesai dilakukan. Pasalnya, kelompok yang dimanipulasi untuk mengagungkan kebahagiaan (membaca artikel buatan tentang manfaat kebahagiaan terhadap kehidupan) dilaporkan merasakan kesepian yang lebih besar secara signifikan.
"Temuan ini mempersembahkan penjelasan tentang mengapa keinginan untuk mencapai kebahagiaan itu justru berujung pada penurunan kebahagiaan dan kesehatan. Jadi mungkin untuk menuai manfaat dari kebahagiaan itu orang-orang harus bersikap tak begitu menginginkannya," simpul peneliti
Sumber
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terima kasih sudah berkunjung !
Silakan berkomentar dengan kata kata yang baik dan jangan spam