Ternyata 140 Liter Air Yang di Butuhkan Untuk Menyajikan Secangkir Kopi - Jendela Dunia
Headlines News :
Home » » Ternyata 140 Liter Air Yang di Butuhkan Untuk Menyajikan Secangkir Kopi

Ternyata 140 Liter Air Yang di Butuhkan Untuk Menyajikan Secangkir Kopi

Written By radde on 24 April, 2011 | 12.11

Berapa jumlah air yang dibutuhkan
untuk menyajikan secangkir kopi?
Beberapa dari Anda mungkin akan
dengan mudah menjawab, "Pastinya
satu cangkir."

Tapi, berdasarkan Water Footprint,
rata-rata jumlah air yang dibutuhkan
untuk menyajikan secangkir kopi
adalah 140 liter.

Bagaimana bisa? Water Footprint
tak hanya menghitung air yang
digunakan untuk menyeduh kopi,
tetapi juga total air yang dibutuhkan
untuk menanam dan memelihara kopi,
memanen, dan memrosesnya hingga menjadi biji kopi yang siap digiling,
didistribusikan, hingga akhirnya
disajikan di meja.

Jumlah tersebut cukup mengagetkan.
Namun hal itu bisa menjadi cerminan
bahwa pemakaian air dalam bidang
pertanian, industri, dan konsumsi
masyarakat tak terkirakan. Contoh
lain, menyajikan secangkir teh memerlukan 35 liter air dan
menyajikan 1 kg nasi memerlukan
3.000 liter air.

Untuk melihat dan mengontrol
konsumsi air, pada tanggal 28
Februari 2011 lalu Global Water
Footprint Standard merilis catatan
terbaru. Catatan yang merupakan
standar tersebut dikembangkan oleh Water Footprint Network dengan
139 partner, ilmuwan dari Universitas
Twente, Belanda, serta kalangan
LSM, perusahaan, dan pembuat
kebijakan.

Global Water Footprint Standard
memberikan konsistensi dalam
mengukur jumlah air yang digunakan
dan dampaknya. Pimpinan Water
Footprint Network, Jim Leape,
mengatakan bahwa standar tersebut dibuat saat perusahaan di semua
sektor menyadari adanya ancaman
kekurangan air yang bisa berdampak
pada bisnisnya.

Menurut National Coordinator
Freshwater Program WWF
Indonesia Tri Agung Rooswiadji,
standar tersebut dirancang untuk
mengurangi pemborosan dalam
konsumsi air. "Jumlah air bersih sudah sangat terbatas. Kalau kita
boros, itu akan mengurangi kebutuhan
pihak lain juga," ungkapnya.

Menurutnya, pemborosan konsumsi
air kini banyak terjadi di kalangan
industri komersial. "Industri ini tidak
hanya industri manufaktur, tetapi
juga yang lain, seperti pertanian dan
tekstil. Kalau misalnya membuang limbah cair langsung, itu juga
mengurangi jumlah air bersih,"
katanya.

Setiap komoditas industri menurutnya
memiliki kebutuhan air yang berbeda.
"Yang terbesar itu misalnya pada
kopi, minyak sawit, dan kakao," kata
Tri. Sektor lain, misalnya pada bahan
makanan pokok, membutuhkan 3.000 liter air untuk memproduksi 1 kg beras
dan 900 liter air untuk 1 kg tepung
jagung.

Efisiensi dalam pemakaian air ini
penting untuk dilakukan, terutama
oleh kalangan industri.
Ketidakefisienan dalam pemakaian
air yang mengakibatkan kekurangan
air bisa memicu konflik. "Itu pernah terjadi tahun 2001-2002 di Lombok.
Petani berkonflik karena kekurangan
air," ujarnya.

Tri mengungkapkan, kalangan industri
bisa mulai menerapkan Water
Footprint Standard. Dalam standar
ini terdapat fasilitas penghitungan
jumlah air yang digunakan berupa
Water Footprint Calculator sehingga bisa membantu program
efisiensi air.

Di sisi lain, ia juga menekankan
perlunya kebijakan pemerintah.
"Selama ini belum ada kebijakan
mengenai efisiensi air," katanya.
Kebijakan ini diharapkan bisa
memacu pelaku industri untuk menerapkan standar tersebut.

Dengan Global Water Footprint
Standard, pelaku industri bisa
memantau penggunaan air, terutama
menelaah sektor-sektor yang boros
air. Dengan demikian, langkah
efisiensi penggunaan air pun dimungkinkan dalam mendukung
kelestarian sumber daya air.

Bagi individu, Global Water
Footprint Standard bisa menjadi
acuan untuk mengukur jumlah air
yang digunakan dalam makanan,
mencuci pakaian, dan barang-barang
yang dibeli. Individu bisa beralih ke produk yang membutuhkan sedikit air
dan yang proses produksinya
memerhatikan kelestarian air.

Efisiensi penggunaan air merupakan
salah satu cara untuk melestarikan
sumber daya air, selain dengan
mencegah pencemaran pada sumber
air. Saat ini, kualitas air bersih
secara global menunjukkan tren penurunan sehingga membutuhkan
langkah radikal untuk
melestarikannya.

Sumber : sains.kompas.com

Share this article :

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terima kasih sudah berkunjung !
Silakan berkomentar dengan kata kata yang baik dan jangan spam

 
Contact Us : Disclaimer | Advertise With Us
Copyright © 2013 Jendela Dunia - All Rights Reserved
Template Modify by Creating Website
Proudly powered by Blogger